Benjang: Olahraga Seni dari Ujungberung





Benjang adalah olahraga seni yang dikembangkan oleh masyarakat Ujungberung ini. Diperkirakan olahraga seni ini sudah lahir di Abad ke-18. Benjang, kala itu tersebar di seluruh wilayah Ujungberung yang luas. Bukan wilayah Ujungberung sekarang. Dulu, Ujungberung meliputi Lembang, Majalaya, Ciparay, dan wilayah lainnya.

Benjang merupakan suatu bentuk permainan tradisional yang tergolong jenis pertunjukan rakyat. Permainan tersebut berkembang di sekitar Kecamatan Ujungberung, Cibolerang, dan Cinunuk yang mulanya kesenian ini berasal dari pondok pesantren, yaitu sejenis kesenian tradisional yang bernapaskan keagamaan (Islam), dihubungkan dengan religi, benjang dapat dipakai sebagai media atau alat untuk mendekatkan diri dengan Kholiqnya sebab sebelum pertunjukan, pemain benjang selalu melaksanakan tatacara dengan membaca do’a – do’a agar dalam pertunjukan benjang tersebut selamat tidak ada gangguan. Adapun alat yang digunakan dalam benjang terdiri dari Terbang, Gendang (kendang), Pingprung, Kempring, Kempul, Kecrek, Terompet (Tarompet), dan dilengkapi pula dengan bedug dan lagu Sunda.

Benjang Dikenal Sejak 1820

Nama benjang sudah dikenal oleh masyarakat sejak tahun 1820, tokoh benjang yang terkenal saat itu, antara lain H. Hayat dan Wiranta. Kemudian ia menjelaskan mengenai asal-usul benjang adalah dari desa Ciwaru Ujungberung, ada juga yang menyebutkan dari Cibolerang Cinunuk, ternyata kedua daerah ini sampai sekarang merupakan tempat berkumpulnya tokoh-tokoh benjang, mereka berusaha mempertahankan agar benjang tetap ada dan lestari, tokoh benjang saat ini yang masih ada.

Berdasarkan sejarah, benjang terbagi menjadi empat tahap perkembangan. Tahapan-tahapan itu berdasarkan tujuan-tujuan digunakannya benjang di masyarakat.

Tahap pertama, yaitu tahap sebelum Indonesia Merdeka. Di mana benjang jadi salah satu latihan kekuatan yang digunakan untuk melawan penjajah.
Tahap kedua, setelah Indonesia merdeka antara tahun 1945-1950 benjang digunakan untuk melawan agresi militer Belanda. Kala itu terkenal dengan nama gulat benjang.
Tahap ketiga, yaitu era kebangkitan di mana saat itu di Ujung Berung bermunculan perguruan-perguruan benjang sejumlah 50-80 perguruan.

Permainan benjang sebenarnya merupakan perkembangan dari adu munding (adu kerbau) yang lebih mengarah kepada permainan gulat dengan gerakan menghimpit lawan (piting). Sedangkan pada adu munding tidak menyerat – menyerat lawan keluar arena melainkan mendorong dengan cara membungkuk (merangkak) mendesak lawan dengan kepalanya seperti munding (kerbau) bertarung. Namun gerakan adu mundur, maupun adu munding tetap menjadi gaya seseorang dalam permainan benjang. Permainan adu munding dengan menggunakan kepala untuk mendesak lawan, dirasakan sangat berbahaya, sekarang gaya itu jarang dipakai dalam pertunjukan benjang. Peserta permainan benjang sampai saat ini baru dimainkan oleh kaum laki-laki terutama remaja (bujangan), tetapi bagi orang yang berusia lanjut sampai anak-anak pun diperbolehkan asal mempunyai keberanian dan hobi.

Kebangkitan Seni Beladiri Benjang

Bangkitnya benjang di tengah-tengah masyarakat karena termotivasi oleh tokoh-tokoh benjang yang mulai diperhatikan oleh pemerintah. Misalnya Eman Suhada yang pernah jadi utusan Jawa Barat di tahun 1957 untuk menampilkan benjang di berbagai negara di Eropa. Atau kiprah Ketua Paguyuban Benjang Bandung, Abdul Gani yang pernah memenangkan medali emas dalam PON ke-7 di Surabaya walaupun tidak mengatasnamakan benjang.

Pada masa reformasi yaitu tahun 2000, benjang mulai dilembagakan dan dimanajemen dengan baik untuk melestarikan keberadaan olahraga tradisional ini. Tahun ini pula benjang diajukan untuk menjadi salah satu cabang olahraga. Pada tahun 2001, lembaga benjang ini dinamakan Perkumpulan Benjang Ujungberung. Namun karena tidak hanya perguruan benjang di Ujungberung yang bergabung dalam lembaga ini, tahun 2002 diganti dengan nama Perkumpulan Benjang Bandung Timur. Untuk menampung aspirasi masyarakat tahun 2003 diubah kembali dengan Paguyuban Benjang Kota Bandung karena benjang sudah tersebar ke wilayah kota.

Untuk pertama kalinya pada 12-13 September 2008, dilakukan Musda benjang. Di musda ini dibentuk susunan pengurus dengan Ketua Umum Uu Rukmana. Tidak hanya di level Jabar, di Munas olahraga tradisional yang baru saja digelar di Jakarta, benjang ditawarkan menjadi olahraga nasional.

-----------

Baca info-info wisatabdg.com lainnya di GOOGLE NEWS