Gunung Tangkuban Parahu, Saksi Bisu Bandung Purba Hingga Bandung Modern




Sejarah letusan Gunung Tangkuban Perahu

Tuh, di kaléreun Bandung / Pager antara Bandung jeung kota Subang / Sasakala Sangkuriang kabeurangan / Kabanggaan rahayat Tatar Pasundan (Tuh di utara Bandung / Pagar antara Bandung dan kota Subang / Legenda Sangkuriang kesiangan / Kebanggaan rakyat kawasan Pasundan).

Itulah lagu pop Sunda yang dibawakan grup Srangenge berjudul "Tangkuban Parahu" pada tahun 1990-an sempat ngehit di Jawa Barat. Dan di tahun 2019 ini, kabar erupsi Gunung Tangkuban Parahu pada Jumat sore (26/07/2019) menghenyak masyarakat. Tetengger alam di kawasan Lembang dan Ciater tersebut "batuk" hingga mengeluarkan abu vulkanik. Sebagai informasi, dalam perjalanannya letusan-letusan Gunung Tangkuban Parahu telah membentuk 13 kawah.

Tangkuban Parahu dan legenda Sangkuriang
Gunung Tangkuban Parahu yang dalam bahasa Sunda berasal dari tangkuban dengan asal kata dasar nangkub 'telungkup' (lawan kata nangkarak 'telentang') dan tangkuban artinya 'tertelungkup', serta kata parahu yang artinya 'perahu'.

Dalam versi folklor, tertelungkupnya perahu tersebut berasal dari cerita rakyat legenda Sangkuriang yang kecewa karena usahanya mendapatkan Dayang Sumbi tak kesampaian. Saking marahnya karena waktu pembuatan perahu kesiangan (harusnya beres dini hari), Sangkuriang pun dengan kesaktiannya menendang perahu yang sedang dibuatnya tersebut. Dan konon ceuk carita sasakala ti kolot baheula, akibat perahu yang nangkub itu maka jadilah gunung tersebut.

Adapun dari versi ilmiah, menurut T Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung dalam tulisannya di Pikiran Rakyat (27/07/2019),  gunung tersebut terlihat bentuknya seperti perahu terbalik karena ada dua kawah yang berdampingan antara arah barat dan timur. Dan gunung tersebut terlihat seperti perahu terbalik bila dilihat dari arah selatan alias dari arah Bandung.

Gunung Tangkuban Parahu banyak dijadikan orientasi atau arah hadap gedung-gedung yang dibuat pada masa kolonial dan dijadikan lambang Kabupaten Bandung dan Kota Bandung, salah satunya Gedung Sate. Bila berada di ruang paling atas gedung tempat dinas gubernur Jabar ini, lihatlah ke arah utara. Seakan ada garis khayal yang lurus mengarah tepat ke gunung tersebut.

Tempat wisata favorit
Gunung Tangkuban Parahu pun dari zaman Belanda hingga sekarang menjadi tempat wisata favorit. Bila melihat foto-foto zaman Belanda seputar Bandung yang ada di file-file dokumentasi di Belanda sana, ada beberapa foto yang mengabadikan gunung tersebut. Perhimpunan Bandung Vooruit di era Belanda yang membuat jalan sampai di bibir kawah.

Ya, walau akses menuju kawah Tangkuban Parahu terbilang ekstrem saking nanjak dan banyak belokan, namun saat sampai di area kawah, pemandangan alam luar biasa akan wisatawan rasakan. Sementara di era kekinian, pamor Gunung Tangkuban Parahu pun tak lekang. "Belum wisata ke Bandung kalau belum ke Gunung Tangkuban Parahu", itulah ungkapan wisatawan yang pakansi ke Bandung.

Selain menyajikan alam yang eksotis, area kawah gunung ini pun biasa jadi tempat berfoto wisatawan. Belum lagi wisata Gunung Tangkuban Parahu dekat dengan tempat wisata lain, di antaranya kawasan wisata Lembang, Cihideung, Cikole, hingga pemandian air panas Ciater (Subang). Di area kawah gunung ini pun para turis biasa mandi lumpur belerang sampai merebus telur.

Aksesibilitas ke Gunung Tangkuban Parahu sendiri bisa ditempuh:
- Dari arah selatan (Kota Bandung) dapat ditempuh dengan jarak 29 km lewat Jln. Setia Budhi (Ledeng) - Lembang - Cikole.
- Dari arah Barat Daya (Kota Cimahi) jarak yang harus dilalui adalah 39 km.
- Dari arah Utara (Kota Subang) berjarak 25 km
- Dari arah Barat daya (Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat), melalui Jln. Kolonel
Masturi dan masuk ke jalan perkebunan Sukawana
- Dari arah Timur melalui Jalan Raya Bandung - Subang, melalui jalur jalan Perkebunan PTPN
VIII Ciater

Tangkuban Parahu, saksi bisu sejarah Bandung
Tangkuban Parahu merupakan gunung api yang terbentuk pada fase termuda dari kelanjutan sistem  vulkanik Gunung Sunda-Tangkuban Parahu yang memiliki sejarah geologi yang panjang dan kompleks.

Dalam tulisannya, T Bachtiar menjelaskan bahwa Gunung Tangkuban Parahu lahir sekira 90.0000 tahun yang lalu dari sisi timur laut kaldera Gunung Sunda. Semula, di sekitar Gunung Tangkuban Parahu sekarang, terdapat gunung api besar, namanya Gunung Jayagiri, tingginya sekira 4.000 mdpl. Gunung itu kemudian meletus dahsyat hingga mengambrukkan sebagian tubuhnya membentuk kaldera.

Letusan dahsyat Gunung Sunda terjadi antara 210.000-105.000 tahun lalu, mengambrukkan tubuhnya dan membentuk kaldera Gunung Sunda. Dari kaldera Gunung Sunda itulah Gunung Tangkuban Parahu membangun diri mulai 90.0000 tahun lalu sampai sekarang.

Soetoyo dan Hadisantono (1992), membagi batuan gunung api Tangkuban Parahu atas tujuh kelompok satuan gunung api, dari tua ke muda, yaitu:
1. Gunung api Tersier
2. Pra gunung api Sunda
3. Gunung api Sunda
4. Gunung api Kandang Sapi
5. Gunung api Dano
6. Kelompok Kerucut Bukittunggul-Manglayang
7. Gunung api Tangkuban Parahu.

Catatan sejarah aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu:
1829: 4 - 7 April letusan asap dari Kawah Ratu dan Kawah Domas
1846: Terjadi letusan di Kawah Ratu
1896: Bulan Mei terjadi letusan di Kawah Baru yang diduga menghasilkan komponen magmatik
1900: Letusan uap di Kawah Ratu
1910: Bulan April terjadi letusan di Kawah Ratu menghasilkan kolom letusan setinggi 2 km dari  bibir kawah. Letusan yang  terlihat dari Kota Bandung ini merupakan letusan magmatik yang menghasilkan abu dan skorea
1926: Letusan freatik di Kawah Ratu membentuk Kawah Ecoma
1929: 20 Mei terjadi letusan freatik di Kawah Ratu
1935: 27  April terbentuk lapangan fumarola baru sekitar 150 meter di sebelah selatan - barat daya Kawah Baru, dinamakan Kawah Badak
1946 - 1947: Desember 1946 - Januari 1947 letusan gas di Kawah Ratu
1952: 22 April letusan asap di Kawah Ratu
1957: Bulan Januari terjadi letusan freatik di Kawah Baru
1961: 16 Juli terjadi letusan freatik 1 Agustus terjadi letusan freatik
1965: Februari, Maret, dan Oktober terjadi letusan freatik
1969: erupsi freatik didahului oleh erupsi lemah menghasilkan abu
1971: erupsi freatik
1983: awan abu membubung setinggi 159 m di atas Kawah ratu
1986: peningkatan kegempaan
1992: peningkatan kegiatan kuat dengan gempa seismik dangkal dengan erupsi freatik kecil
1994: Erupsi freatik di Kawah Baru
2002: Agustus- September terjadi peningkatan seismisitas
2005: 13 -15 April terjadi peningkatan seismisitas

-----------

Baca info-info wisatabdg.com lainnya di GOOGLE NEWS