Borondong, Makanan Khas Oleh-Oleh dari Ibun Bandung Selatan




Sejarah borondong Bandung

Borondong garing
ider kota pilemburan
mekar lumaku diri
anu dagang bari mimitran

Borondong garing
haleuang katineung ati
jerit ciptaning ati
jeung hiliwirna angin peuting

(Borondong kering.
keliling kota [dan] perkampungan .
mengembangkan laku (= aktivitas) diri
yang berdagang sambil bersahabat

Borondong garing
suara nyanyian yang menyentuh kalbu
jeritan dari dalam hati
ditemani hembusan angin malam)

***

Itulah sebagian syair lagu "Borondong Garing" yang dipopulerkan penyanyi pop Sunda, Nining Meida di era 80an. Dalam kelanjutan syairnya disebutkan bahwa borondong jadi oleh-oleh makanan dari Majalaya, Soreang, Banjaran, dan Kota Bandung. Cemilan tradisional khas Bandung ini memang legendaris, sampai sekarang pun masih banyak penggemarnya. Borondong bisa ditemukan di penjual-penjual oleh-oleh di seputaran Bandung.

Borondong merupakan penganan yang terbuat dari jagung atau gabah ketan yang disangrai (dipanaskan tanpa minyak) terlebih dahulu, kemudian ditambah gula merah yang dicairkan yang sering disebut kinca. Dalam segi penyajian borondong yang termasuk dalam makanan ringan atau
kudapan yang disajikan dengan segelas teh atau kopi.

Jenis-jenis borondong
Terdapat tiga ukuran untuk borondong yang bulat yaitu ukuran besar seukuran bola, ukuran sedang,  dan borondong yang diberi gula putih biasanya dicetak dengan ukuran yang kecil dan juga ada yang bentuk pipih. Borondong ada dua jenis yaitu borondong garing dan borondong enten (ketan).

Borondong garing adalah borondong yang terbuat dari gabah beras ketan yang disangrai hingga  mengembang seperti makanan  modern seperti pop corn kemudian dibersihkan dari kulit gabahnya. Setelah bersih diberi gula putih atau gula merah selanjutnya dicetak bulat-bulat. Sementara borondong enten adalah beras ketan yang diolah menjadi enten (wajit ketan) menggunakan gula putih atau gula merah dibentuk bulat kemudian ditaburi serbuk brondong yang tidak diberi gula ataupun rasa.

Perkembangan borondong
Menurut cerita masyarakat, borondong konon pertama kali dibuat oleh Ambu Enit sekitar tahun 1920-an. Sebagai makanan tradisional, olahan kreasi masyarakat di kawasan Ibun, Kab. Bandung ini diperuntukkan hanya sebagai makanan pribadi alias tidak dijual.

Namun, berkat pamor borondong terus dikenal masyarakat hingga era selanjutnya makanan ini jadi makanan buat hajatan, selain opak, rangginang, wajit, peuyeum ketan, dan lainnya. Adalah generasi kedua yaitu Ambu Enit, Bi Anah, dan Bi Tarsih yang kemudian meneruskan tradisi membuat makanan ini.

Tahun-tahun berikutnya, borondong dari Desa Laksana, Kecamatan Ibun ini semakin dikenal luas. Hingga akhirnya diproduksi massal. Ialah Ma Erah, warga Kampung Sangkan, Desa Laksana, adalah orang yang pertama memopulerkan dan memproduksi borondong secara massal.

Hingga akhirnya hingga saat ini, borondong laris manis dibeli masyarakat maupun wisatawan buat oleh-oleh. Pada tahun 2011, Desa Laksana dinobatkan sebagai 10 Desa Wisata yang ada di Kabupaten Bandung. Kini, borondong pun banyak dijual di warung-warung oleh-oleh juga tak sedikit yang menjualnya secara online.

Beberapa produsen makanan tradisional salah satunya borondong berinovasi dengan nama Brokat (Borondong Coklat). Konsumen yang membeli borondong untuk dijadikan oleh-oleh sebagian besar
berasal dari luar kota Bandung, hal ini yang menyebabkan permintaan borondong dari penjual kepada produsen meningkat pada saat musim liburan dan menjelang hari raya.

-----------

Baca info-info wisatabdg.com lainnya di GOOGLE NEWS